Langsung ke konten utama

(Tulisan kesatu) :Ajakan Untuk Frugal Living


Membaca berita beberapa hari lalu, tertulis bahwa pemerintah berencana menaikkan PPN yang tadinya 10 % menjadi 12 %, tentu konsekuensinya adalah barang-barang atau komoditas tertentu akan terkena imbas dari kebijakan tersebut atau dengan kata lain harga-harga akan naik yang tentunya membuat pengeluaran kita menjadi membengkak, sementara pendapatan kita ya segitu-gitu saja.
Menanggapi rencana itu, maka muncul seruan untuk melakukan gaya hidup "Frugal Living", pertanyaan kita tentu, gaya hidup apalagi nih?.

Definisi Frugal Living.
Saya pribadi sebenarnya mengenal istilah ini mungkin sekitar tahun 2018-an (kalau tidak salah ingat), karena di waktu itu, saya sedang suka-sukanya membaca buku Fumio Sasaki, seorang warga Jepang yang mencoba menerapkan gaya hidup minimalis, sebuah gaya hidup yang hanya memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan dengan salah satu manifestasinya dengan mengurangi jumlah atau kuantitas kepemilikan barang. Dari membaca kehidupan Fumio Sasaki, bacaan saya melebar ke gaya hidup yang lain yaitu Frugal Living, yang saat itu populer di dunia barat sebagai bentuk gaya hidup baru dan reaksi dari kejenuhan terhadap barang-barang kapitalisme yang seakan-akan modenya tidak pernah ada habisnya. Frugal Living sendiri diartikan dengan hidup sederhana, memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan, pencatatan dan perencanaan keuangan yang sistematis dan bersabar serta menahan keinginan yang berhubungan dengan barang-barang yang konsumtif, atau secara garis besar Frugal Living itu hidup sederhana dan hemat.

Tantangan Frugal Living.
Kalau dilihat dari definisi diatas, rasanya kok berat ya? , apalagi di jaman sekarang yang kadang eksistensi atau keberadaan manusia itu dilihat dari apa yang melekat pada dirinya. Kadang dan tak bisa dipungkiri bahwa kepemilikan barang bisa menjadi tolok ukur strata atau lapisan sosial masyarakat itu berada. Maka, orang-orang akan berupaya untuk menunjukkan "siapa akunya" dengan cara menunjukkan apa yang dia punya.  Tak heran bila beberapa orang berani membayar mahal sampai milyaran rupiah hanya untuk sebuah tas, atau rela antri berjam-jam untuk sebuah HP merek ternama yang para produsennya memang sengaja merilis atau launching produk mereka di negara ini, karena sudah tahu sifat konsumtif sebagian besar masyarakat kita.
Selama masyarakat kita memandang status seseorang dengan melihat barang apa yang dia miliki, maka penerapan Frugal Living itu akan menjadi berat. Tetapi kalaupun misalnya kita tidak bisa mengubah diri orang lain, bukankah perubahan itu bisa dimulai dari diri kita sendiri?.

Frugal Living Bukan Berarti Pelit.
Ada yang salah dalam memaknai hidup minimalis dan Frugal Living, seakan-akan dengan menerapkan kedua gaya hidup tersebut, maka kita hidup pelit pada diri sendiri, padahal itu salah. Selama ini , hidup minimalis dan Frugal dengan mengencangkan ikat pinggang seketat mungkin, sehingga untuk kesenangan pribadi pun kita lupakan.
Inti dari Frugal Living adalah mengajarkan kepada kita bahwa semua yang kita beli, yang kita gunakan harus jelas tujuan dan pemanfaatannya, kalau misalnya kita memerlukan suatu barang yang memang kita perlukan untuk menunjang produktivitas serta aktivitas kita dan harga barang itu mahal, lalu kita membelinya, maka itu bukan boros, tetapi efektif dan sesuai dengan tujuan keuangan kita.
Pertanyaannya, bagaimana cara kita memulai Frugal Living, insya Allah kita bahas di tulisan kedua ya...(Bersambung)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...