Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.
Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya.
Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api.
Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan.
Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun Sukabumi menuju Bogor. Suasana yang jauh berbeda terasa, mulai dari pemesanan tiket yang dilakukan secara daring, kemudian pencetakan tiket yang secara elektrik atau mekanis, serta pemeriksaan dengan menggunakan barcode scanner yang memungkinkan hanya para penumpang saja yang berhak masuk peron dan gerbong, jangan harap kita bisa menemukan pedagang asongan atau pengamen menyanyikan lagunya disini. Semua berjalan dengan tertib.
Selayaknya sebuah perjalanan jaman, semuanya pasti berubah, syukur-syukur berubah ke arah lebih baik, dan KAI mampu melakukan itu semua, kenyamanan, ketepatan waktu adalah sesuatu yang diharapkan dari seorang penumpang atau pengguna jasa layanan transportasi.
Sepanjang menyusuri perjalanan ini, sepanjang gerbong menyusuri peninggalan era kolonial Belanda ini, saya merenung, bahwa sebetulnya manusia bisa berubah, bila ada sistem tegas yang mengatur itu semua, memang butuh waktu, tapi memang perubahan itu adalah sebuah keniscayaan.
Komentar
Posting Komentar