Apa hal yang paling menyenangkan di saat dulu ketika akan menyambut lebaran tiba ?, jawabannya bagi saya adalah waktu satu pekan sebelum lebaran itu sendiri. Disaat itulah almarhum ibu saya sudah mulai mengeluarkan "amunisi" khusus untuk membuat penganan atau kue untuk disuguhkan kepada saudara dan para tamu nanti di hari raya.
Mixer merek Sharp model jadul kembali akan beraksi dengan dengungan suaranya yang khas di telinga, oven dari kaleng aluminium yang didepannya ada kaca untuk mengintip apa kue keringnya sudah masak mengembang atau belum (sekilas seperti tv 14 Inch), juga loyang-loyang kue yang mungkin penampakkannya hanya terlihat setahun sekali pun akan disiapkan.
Di momen seminggu sebelum liburan itu biasanya saya akan mendapat tugas sebagai "Duta Warung", yaitu khusus bagian disuruh-suruh ibu untuk membeli vanilli, margarin, dan bahan-bahan kue lain yang kadang mendadak dibutuhkan, pastinya tidak lupa minyak tanah (sebelum jaman kompor gas) harus tetap ada dan disiagakan sebagai bahan energi kompor.
Kue Nastar, Kue "Kasta" Tertinggi.
Dibandingkan dengan sekarang, kue-kue jaman dulu sederhana saja, baik dari bahan ataupun model. Dari berbagai jenis kue itu, biasanya kue nastar menjadi kue dengan "kasta" tertinggi dan mendapat perlakuan khusus. Perlakuan khusus ini diantaranya adalah, kita hanya bisa mencicipi kue tersebut biasanya yang tidak lolos dari "quality control" dan pengamatan ibu, baik itu bentuk yang tidak sempurna ataupun "finishing" yang terlalu matang atau tutung kalau orang Sunda bilang. Selebihnya setelah itu, kue nastar akan disolatip dan disimpan dalam toples yang bentuknya agak khusus juga. Entah ini "rasialis" atau "diskriminasi" nastar terhadap kue lainnya, saya tidak tahu.
Kue Tradisional
Berikut list atau daftar kue yang biasanya dibuat.
1. Paladang , mungkin singkatan dari Pala dan Geudang (pepaya) ya, penganan ini nanti ditaburi gula, agak sedikit merepotkan karena biasanya semut juga ikut lebaran dan nimbrung di toplesnya.
2. Bidara, ada yang menyebutnya dengan telor gabus, biasanya nanti dilumuri dengan gula pasir, atau ada juga gula merah, bahkan rasa tawar juga ada. Kadang ada yang berbentuk angka 8 juga. Entahlah kenapa mesti angka 8 juga
3. Sasagon, anda jangan coba-coba berbicara bila makan penganan ini, bila tidak ingin ada yang berhamburan dari mulut.
Semua kue itu biasanya disajikan, entahlah, walau sederhana tapi kok lebih bermakna dibanding kue-kue modern sekarang. Suasana akan lebih klasik karena semua disimpan dalam toples atau keler yang juga bernuansa jaman dulu.
Semua itu, di lebaran beberapa hari kemarin, terasa melintas lagi sekelibat. Kenangan tentang "riweuh" nya suasana dapur jelang beberapa hari lebaran seakan datang lagi. Suasana sederhana tapi jujur saya merindukannya kembali.
Komentar
Posting Komentar