Langsung ke konten utama

Pagi



Saya penyuka pagi hari, terutama antara jam 5 sampai jam 10 pagi, entah kenapa di jam-jam tersebut rasanya "baterai" diri ini terasa full, mood bekerja, mood beraktifitas terasa berada dalam kondisi maksimal, semua pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik. Setelah jam-jam itu, biasanya mood akan sedikit berubah, sedikit menurun dan biasanya ada rasa jemu atau bosan. 
Apalagi di hari Minggu, dimana hari itu hari libur total. Rasanya semua pekerjaan rumah pun bisa saya lakukan, tapi ya itu, jam 10 biasanya menjadi batas antara keinginan untuk beraktivitas dan istirahat. 
Dari artikel yang pernah saya baca, setiap orang memang punya "waktu" aktivitasnya sendiri, maka tak heran bila ada orang yang mampu mengerjakan pekerjaannya secara maksimal di sore hari, bahkan ada yang kuat untuk begadang sepanjang malam untuk menyelesaikan pekerjaannya. 
Kembali ke soal pagi hari, sensasi rasanya memang menyegarkan, rasakanlah angin yang berhembus di pagi hari itu, dingin tapi menyejukkan, apalagi ketika sinar matahari mulai menyapa, terasa hangat ke tubuh kita dan seakan memberi semangat tersendiri. Pagi juga seakan menjadi sebuah lembaran yang baru, terserah kepada kita untuk menuliskannya dengan apa, bila kita memulai pagi dengan sesuatu yang baik, biasanya juga hari itu akan berakhir dengan baik, tapi bila memulai dengan pikiran yang ruwet dan emosi yang tidak baik, maka ending dari hari itu juga berakhir tidak baik. Saya menyukai pagi, karena pagi itu adalah sebuah harapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...