Langsung ke konten utama

Mudik

Bila kita lihat berita akhir-akhir ini, pastilah berita Mudik akan mendominasi. Menjelang Idul Fitri, memanglah suatu kelaziman bahwa Mudik menjadi sebuah tradisi yang  dilakukan, orang akan berbondong-bondong kembali ke kampung halamannya, tidak peduli jauh jarak yang ditempuh, berapa biaya yang diperlukan, waktu yang lama karena kemacetan maupun halangan-halangan lainnya, yang penting harus Mudik. Titik !.

Mudik (Mulih Dhisik) ?
Dari beberapa literatur yang saya dapat, ada yang berpendapat bahwa Mudik berasal dari kata Mulih Dhisik (Bhs.Jawa), yang berarti pulang dulu. Kemudian ada juga yang menuliskan bahwa Mudik adalah berarti Udik yang berarti kampung halaman, namun apapun itu, baik Mulih Dhisik maupun Udik, maknanya sama, yaitu pulang ke kampung halaman. Pertanyaannya adalah pulang dari mana ? Ya pulang dari kota. Kota yang untuk sementara waktu menjadi tempat untuk mencari nafkah kehidupan, kota juga bisa didefinisikan tempat yang dianggap lebih baik untuk mencari penghidupan dibandingkan di desa.
Mudik menjadi sebuah keharusan bagi sebagian banyak orang, karena dengan mudik-lah, seseorang diibaratkan kembali kedalam komunitas keluarga dan asal-usul dia dilahirkan, Mudik seakan-akan menjadi sebuah pembenar dari peribahasa "Setinggi-tingginya melanting, akan jatuh juga ke tanah" yang artinya sejauh-jauhnya manusia merantau, orang akan kembali ke kampung halamannya.
Kampung halaman selamanya akan tetap menjadi magnet bagi seorang manusia, karena disinilah dia dilahirkan, dibesarkan, sehingga semua kenangan tidak akan pernah dilupakan begitu saja, maka wajar apabila kepulangan ke kampung halaman tetap menjadi momen yang dirindukan.
Mudik juga bisa menjadi sebuah momen untuk kembali ke keluarga, berkumpul dan bersilaturahmi, karena keluarga telah menjadi lembaga sosial pertama dan utama dari seorang manusia.

Mudik sebagai sebuah ketimpangan pembangunan.
Namun, bila dilihat dari aspek sosial dan ekonomi, mudik juga bisa dimaknai dari segi lainnya. Mudik bisa menggambarkan bahwa terjadi ketimpangan dalam pembangunan, dalam hal ini antara Desa dan Kota. Fenomena sepinya kota-kota besar karena ditinggalkan oleh pemudik, memperlihatkan bahwa Kota sebenarnya dipenuhi oleh para perantau yang berusaha mencari penghidupan yang lebih baik, mengapa mereka ke kota? Mungkin karena Desa tidak lagi memberi harapan yang baik, orang cenderung akan melakukan urbanisasi ke kota karena kota mampu menyediakan semuanya, kota menjadi pusat industri, hiburan, pendidikan dan pekerjaan, hingga orang rela datang kesini, bahkan mungkin hanya dengan bermodal keberanian tanpa skill yang memadai, mereka berharap, semoga saja nasib menjadi sedikit lebih baik.
Kita tentu berharap, nantinya pembangunan akan merata. Tidak ada lagi ledakan urbanisasi pasca lebaran nanti, karena kota tentu mempunyai beban kapasitas minimalnya sendiri. Urbanisasi selalu melahirkan multiflyer effect yang cukup serius bila tidak tertangani dengan baik. Kita pun berharap desa (kampung) menjadi sebuah subjek pelaku pembangunan itu sendiri, bukan hanya menjadi pemasok tenaga kerja untuk kota.
Akhirnya , saya mengucapkan selamat mudik untuk yang akan kembali ke kampung halaman, dan tetap hati-hati di perjalanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...