Langsung ke konten utama

Menangis

Siapa diantara kita yang belum pernah menangis ?, sepertinya tidak ada ya, bagaimana tidak, toh kelahiran kita ke dunia ini juga diawali dengan suara tangisan. Hanya saja semakin bertambah usia kita, tangisan seakan semakin memiliki banyak makna, tidak lagi seperti kita baru lahir, ataupun juga tangisan ketika bayi lapar, keluarnya air mata di saat tumbuh dewasa dan menua ternyata bisa memiliki artinya tersendiri. Kadang, tangisan di periode ini membingungkan, tangisan tidak lagi menjadi simbol dari kesedihan, bahkan kegembiraan dan keharuan pun bisa membuat kita meneteskan air mata.
Pernah saya melihat sebuah tangis yang meledak dari orangtua yang bahagia ketika melihat anaknya telah diwisuda, anak itu dirangkul sedemikian eratnya. Saya meyakini bahwa tangis itu adalah bahasa mereka yang menandakan orangtua itu sangat terharu melihat keberhasilan anaknya dan bisa saja menandakan mereka bersyukur bahwa buah hatinya telah menyelesaikan jenjang pendidikannya 1 (satu) tingkat lebih tinggi. Pun demikian dengan anaknya. 
Tangisan bahagia lainnya mungkin sering kita lihat dari para atlet-atlet yang berhasil menjadi juara dalam sebuah kompetisi, mereka menang, mereka juga berhasil, tapi kenapa yang keluar adalah airmata? Oh rupanya tangisan itu mewakili perasaan mereka akan lepasnya sebuah beban yang berat, perjuangan semasa latihan yang sangat keras, dan kini mereka berada di puncak juara. Lepasnya beban itu membuat air mata keluar, apalagi bila mereka berjuang demi nama bangsa, jiwa patriotis mana yang tidak akan bergetar melihat adegan itu. 
Tangisan juga bisa menjadi tanda sebuah penyesalan, tangisan kita yang memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat, menunjukkan rasa terdalam kita akan sebuah noda dan dosa, mungkin ini adalah sebaik-baiknya tangisan yang keluar dari mata kita. 

Laki-laki tak boleh menangis?

Benarkah ungkapan itu? Saya rasa tidak. Menangis adalah hak semua gender. Masyarakat membuat batasan seperti itu seperti membuat laki-laki terpojok apabila dia mengeluarkan air mata. Selama ini Laki-laki digambarkan harus kuat, tabah dan menjadi tulang punggung keluarga, maka oleh itu ketika lelaki menangis, maka hancurlah citra kuatnya. Padahal, bila lelaki menangis, justru itulah yang menunjukkan bahwa dia adalah manusia yang sesungguhnya, karena baik laki-laki ataupun perempuan pastinya memiliki hati dan perasaan yang sama, bisa sedih, gembira, terharu dan lainnya.
Untuk itu, maka menangislah bila memang perlu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...