Langsung ke konten utama

Makna di Balik Munggahan dan Papajar

Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan yang tersisa tinggal beberapa hari lagi, muncul permintaan dari beberapa rekan kerja untuk membahas tentang tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh umat Islam terutama di wilayah Jawa Barat, yakni Munggahan dan Papajar. Jujur saja bagi penulis, ini suatu tantangan tersendiri, karena tradisi ini adalah sesuatu yang sering penulis dengar, tapi mungkin mengenai asal-usul dan bagaimana kebiasaan ini bisa hadir, perlu diteliti lagi lebih lanjut

Munggahan
Di beberapa status WA, Facebook dan media sosial lainnya dari kawan-kawan penulis, beberapa hari belakangan ini memang "diramaikan" dengan seringnya di-upload kegiatan kumpul-kumpul di suatu tempat, yang biasanya diakhiri dengan acara makan-makan, baik itu botram ataupun ngaliweut, mereka menyebut tradisi ini dengan Munggahan. Seakan menjadi suatu ciri yang khas dan melekat terutama menjelang bulan suci ramadhan.
Dari beberapa literatur, kata Munggahan itu sendiri berasal dari kata "Munggah", yang berarti naik. Naik disini diartikan bahwa kita akan "naik" ke suatu bulan yang amat diagungkan dalam agama Islam, yaitu bulan Ramadhan. Melihat betapa besarnya keagungan serta besarnya nilai bulan ini dibanding bulan-bulan lainnya dalam kalender Islam, maka memasuki bulan ini, seakan-akan kita akan "menaiki" atau memasuki bulan yang agung itu. Otomatis, diharapkan dengan kita menjalani bulan ini dengan baik, maka derajat keimanan kita pun akan terangkat naik.

Papajar
Sedangkan untuk kata Papajar sendiri, dari literatur yang didapat, berasal dari kata Mapag Pajar/Fajar yang berarti menunggu terbitnya matahari di bulan baru (Ramadhan). Dikisahkan, bahwa dulu, sebelum mengenal teknologi pengamatan tentang datangnya bulan yang baru, biasanya masyarakat Jawa Barat, khususnya Wilayah karesidenan Cianjur dan Sukabumi, dibawah kepemimpinan Bupati yang dipanggil Dalem Wiratanudatar, masyarakat menunggu keputusan dari pemerintah setempat dengan cara berkumpul bersama dan masing-masing menyiapkan makanan sebagai bekal untuk pertemuan tersebut.

Makna di balik Munggahan dan Papajar.


Dibalik itu semua, walaupun mungkin telah terjadi pergeseran makna dan juga cara memperingatinya, Munggahan dan Papajar telah menjadi sebuah tradisi yang dianggap penting oleh masyarakat Jawa Barat. Sampai kini, tradisi itu dilakukan atas nama untuk menjalin silaturahmi, terutama menjelang Ramadhan tiba, keluarga dan handai taulan yang terpisah jarak dan waktu biasanya menyempatkan diri untuk bisa hadir kembali bersama keluarga besar, dalam momen ini pula, biasanya mereka akan saling meminta maaf dengan tulus, tiada lain agar memasuki bulan Ramadhan, hati mereka bisa bersih dan siap memasuki bulan suci ini dengan hati yang tenang.

Komentar

  1. mashaAllah tabarakallahu fiik Habibi... Sangat rekomended ini...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...