Langsung ke konten utama

Sibuk, Fakta atau Mitos?



"Maaf, saya sibuk", "aduh, saya kayaknya gak bisa deh, hari ini saya sibuk, lain kali saja ya", kita tentu tidak asing dengan kata-kata ini. Dengan satu kata "sibuk" saja yang kita katakan pada teman, keluarga atau siapapun juga, mendeskripsikan bahwa kondisi pada waktu itu sama sekali tidak bisa diganggu.
Terkadang, kata sibuk juga di era yang serba cepat dan instan ini menyiratkan makna bahwa betapa banyak beban dan tanggung jawab terutama soal pekerjaan yang kita pikul, bisa saja kita akan terlihat lebih hebat dan keren ketika kita mengatakan sibuk itu, seakan menjadi seorang aktor utama yang benar-benar terlibat dan ikut menentukan nasib lembaga atau perusahaan tempat kita bekerja.

Tapi, Benarkah Kita Sibuk?

Ini pertanyaan yang sulit, sesibuk itukah kita? Apakah memang satu hari penuh kita menghabiskan waktu, berkutat dengan pekerjaan sehingga melupakan komunikasi dengan seseorang misalnya, atau malas untuk  sekedar mengetik dan menginfokan keberadaan kita pada  pasangan kita atau mungkin keluarga kita yang penuh harap-harap cemas hanya untuk mendengar kabar dari kita?.
Bisa saja iya kita banyak pekerjaan dan target yang harus diselesaikan serta menuntut waktu kita untuk fokus ke urusan itu, tapi mungkin saja kata "sibuk" yang kita ucapkan itu adalah sebuah ketidakmampuan kita me-menej waktu, jangan-jangan kita sibuk karena melalaikan dan sengaja menumpuk tugas dengan alasan mengumpulkan mood dulu, baru nanti akan kita mulai kerjakan, itu pun kalau ada waktu. Atau mungkin saja kita tidak pernah punya perencanaan yang jelas, sehingga tugas itu makin kesini makin bertumpuk dan pada akhirnya membuat kita gelagapan sehingga terasa waktu semakin sedikit saja, padahal sebelumnya banyak waktu luang yang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Semua pertanyaan itu, hanya anda sendiri yang bisa menjawabnya, jangan coba-coba tanyakan pada saya, karena saya sedang sibuk sekarang !.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...