Langsung ke konten utama

Teori Asal-usul kata Samen dan Mengapa ada kata Botram dan Bulao dalam Bahasa Sunda (Bagian 2)

Alhamdulillah, tulisan pertama saya tentang asal-usul istilah Samen, mendapat banyak respon dari para pembaca. Ada yang merasa "dicerahkan" dengan tulisan tersebut dan ada juga yang memberikan semangat kepada saya untuk menggali lebih dalam lagi tentang kata-kata serapan dari negara Belanda yang akhirnya menjadi sebuah frasa umum yang khususnya digunakan oleh orang Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

Masih tentang "Samen" di tulisan yang pertama, kesimpulan sementara saya bahwa Samen adalah berasal dari bahasa Belanda, yang artinya bersama, merujuk dari suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama terutama di akhir masa pendidikan seseorang, ternyata belum memuaskan pencarian tentang asal-usul kata Samen itu sendiri, apalagi ditambah dengan pencarian di google yang dimana terdapat kemiripan kata Samen dengan "Examen" yang dalam bahasa Belanda berarti Ujian, bahkan ketika dicari lagi dalam kebudayaan Belanda, memang ditemukan ada suatu kebiasaan dari para pelajar disana untuk merayakan kelulusan setelah ujian yang dinamakan perayaan "Slagen voor Examen" (Lulus Ujian).

Saya berpendapat bahwa Samen yang kita kenal sekarang, justru lebih mendekati dengan kata Examen tadi. Lalu pertanyaannya, kenapa kita (terutama orang Sunda), tidak lengkap menyebut dengan Slagen Voor Examen? Tapi hanya Samen-nya saja yang diserap?.

Hal ini ternyata diduga berkaitan dengan pelafalan dan pengucapan lidah yang berbeda antara orang Belanda dan orang Sunda. Ada kemungkinan besar, orang Sunda mendengar secara sekilas Examen itu dengan pengucapan yang praktis saja, menjadi Samen. 

Hal ini ditemukan juga pada kata "Botram" dan "Bulao". Kata Botram, bukanlah berasal dari bahasa Sunda, tapi merujuk pada kebiasaan orang Belanda untuk berpiknik bersama keluarga, kemudian mereka memakan roti Ham (Sandwich) "Boter Ham" yang sengaja dibawa dari rumah. Kata Boter Ham inilah yang mungkin didengar oleh telinga pendahulu kita dan menjadi Botram yang kita kenal sekarang, yaitu kegiatan makan secara bersama-sama, walaupun mungkin menunya bukan roti Ham lagi, tapi dengan nasi, sayur dan lain sebagainya.

Satu lagi kata Bulao, orang sunda menyebut Bulao untuk suatu benda yang berwarna biru dan digunakan untuk mencuci pakaian. Kata Bulao sendiri berasal dari bahasa Belanda, yaitu Blau (Dibaca Blaw)yang artinya Biru. Sampai sekarang kata Bulao pun melekat artinya menjadi Biru di frasa Bahasa Sunda.

Demikian, semoga bermanfaat. Silakan berkontribusi dan berkomentar, ya.


Komentar

  1. Masyaallah Bulao, jadi kebayang lagi jaman itu☺. Setiap hari minggu di jemuran pasti ada berjejer baju putih yang jadi kebiru-biruan karena pakai Bulao. Masih ada ngga ya sekarang Bulao?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, ini sepertinya generasi 80-an..hehe..masih ada sepertinya..

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...