Langsung ke konten utama

"Melambankan" Kehidupan.

Rasanya kehidupan ini berjalan begitu cepat. Revolusi Industri yang dimulai dari tanah Eropa telah membawa dampak yang begitu dahsyat pada berbagai aspek kehidupan kita, apalagi dengan hadirnya internet di tengah-tengah kita, membuat semuanya menjadi serba instan, mudah dan praktis.

Kehidupan manusia seperti disetir untuk mengikuti perubahan yang kadang bila kita tidak bisa mengikutinya, maka konsekuensinya membuat kita semakin tertinggal.

Berbagai macam gadget seperti membanjiri ruang visual kita, pun demikian dengan informasi, seperti air bah yang menghampiri penglihatan juga pendengaran manusia. Akibatnya, bila kita tidak sanggup menyikapinya, maka kekalutan, kebingungan dan bahkan rasa stress bisa menghampiri.

Waktu di setiap harinya terasa berlalu cepat dan kita terjebak dalam setiap aktivitas yang mungkin menjemukan. Oleh karena itu, tak salah rasanya bila "kecepatan" hidup itu harus mulai kita kurangi, tujuannya adalah agar ada waktu yang tersisa supaya kehidupan ini bisa kita nikmati sewajarnya.

Saya pun merasakan itu dan ada saatnya  memiliki kesadaran untuk "melambankan" ritme hidup.

Ada beberapa jalan yang saya lakukan, Pertama dari hal informasi. Saya mulai mengurangi masukan informasi yang bisa diterima, dengan cara hanya membaca informasi yang berasal dari media yang kredibel alias bisa dipercaya. Saya tidak lagi terobsesi untuk membaca semua situs koran hanya untuk membaca berita, saya tidak rakus lagi mencari informasi yang kadang sebetulnya remeh.

Kedua, hanya mendengar dan menonton berita seperlunya. Maka mendengar radio RRI Jakarta ataupun menyimak radio VOA Amerika-Indonesia setiap pagi sebelum kerja adalah cara untuk meminimalisir asupan informasi yang masuk ke telinga saya, bahkan Televisi pun saya mulai batasi. 

Ketiga, mulai selektif memilih tema buku bacaan. Saya dan buku sebetulnya adalah dua sahabat yang tak terpisahkan, ada kalanya saya bisa tidur bila hanya sudah membaca buku dan seringnya ritme tidur malam pun terganggu, karena bila buku itu belum saya baca, saya akan berusaha sekeras apapun untuk menyelesaikannya, tak peduli kantung mata sudah menghitam. Sekarang saya lebih memilih buku-buku yang memang menunjang pekerjaan saja, misal khusus membaca buku sejarah atau tentang politik. 

Keempat, mulai menikmati saat mengunyah makanan. Dulu pernah saya punya kebiasaan makan sambil membaca koran.Rasanya sangat nikmat, saya tidak tahu apakah itu faktor karena saya juga hobi membaca atau bagaimana, tapi konsekuensinya saya jadi tidak menikmati rasa makanan itu.Semuanya terasa seperti hanya untuk memenuhi kebutuhan perut saja dari rasa lapar. Tapi sekarang, saya mencoba untuk merasakan tiap suapan dan kunyahan dari makanan tersebut, sambil merenungi dan bersyukur dari rezeki yang telah Allah berikan. Saya berusaha makan tepat waktu dan menikmatinya dengan penuh perasaan.

Hal-hal tersebut memang tidak bisa dilakukan sekejap mata. Perlu proses yang lama, apalagi bila hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Tapi saya kira, kita harus bisa memulainya, karena kehidupan ini memang harus mulai kita menikmatinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Catatan Sepakbola (Bagian 1) Melawan Jepang, Kita Realistis Saja.

Tulisan ini dibuat beberapa hari setelah pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Jepang dalam rangka kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Seperti yang kita ketahui, hasilnya adalah kita kalah dengan telak 4-0, menyesakkan memang, apalagi kita kalah di kandang sendiri yang dianggap "sakral" oleh pecinta sepak bola tanah air, yaitu Gelora Bung Karno. Kecewa? Pasti, itu adalah hasil yang negatif, tapi rasanya kekecewaan itu juga bisa berubah menjadi kebanggaan, yaitu masihlah mending kita kalah 4-0, lihatlah Timnas China, mereka malah lebih parah dipermak dengan skor 7-0, kalau begitu masih untunglah kita ya?... Timnas Jepang Unggul Segalanya Soal Timnas Jepang, tak usahlah lagi kita ragukan lagi kualitasnya, level mereka jauh diatas kita, mau dilihat dari apapun, rangking FIFA? mereka jauh diatas kita, Trofi Piala Asia? mereka langganan juara, atau mau kita banding-bandingan pengalaman di Piala Dunia? Mereka sejak 1998 rutin bermain di even 4 tahunan itu,bagaiman...