Langsung ke konten utama

Ketika Kaum Hawa Berbelanja





Apa yang paling membosankan selain menunggu? jawabannya adalah tetap menunggu juga, khususnya menunggu sang istri berbelanja. Kalau belanja kebutuhan sehari-hari rasanya tidak begitu bermasalah, waktu terasa cepat berlalu, tinggal melihat dan berjalan sepanjang rak dan melihat-lihat apa yang menjadi kebutuhan rumah tangga, biasanya ritual belanja sudah selesai. Tapi cobalah anda temani istri anda belanja sepatu, baju, atau kerudung jilbabnya, rasanya waktu akan terasa lama dan lambat, persis seperti proses perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan yang tidak tahu ujung pangkalnya.

Saya sering memperhatikan dan menganalisa, kenapa kaum hawa  itu belanjanya lama, kesimpulannya ada beberapa hal ;
1. Wanita sering gelap mata dengan beragamnya model yang dipampang di display. Sehingga lihat item yang ini tertarik, berpindah ke rak yang lain, eh itu juga bagus ya, maka biasanya otomatis  keluarlah kata atau kalimat  "Ih, ini lucu ya"...bila kalimat ini sudah keluar,itu pertanda waktu belanja akan lebih lama lagi.
2. Wanita itu belanja dengan cara memadu-padankan. Sering terjadi, ketika belanja hal-hal yang bersifat fashion, maka kaum hawa akan sambil mencocok-cocokkan dengan apa yang ada di koleksi lemari mereka, misalnya adalah kalau beli kerudung warna pink misalnya, biasanya mereka akan sambil mengingat " oh di rumah juga ada nih baju yang warna pink, pasti cocok".
3. Saking banyak pilihannya, biasanya akan minta pertimbangan pada yang mengantar mereka belanja dan membayar belanjaan mereka, tiada lain sang suami. " Warna biru ini bagus gak? bagus mana warna coklat sama abu-abu?". Percayalah, pertanyaan seperti ini akan semakin membuat suami menjadi bingung, karena harus mengambil keputusan yang cepat dan tepat, tapi bisa juga pendapat kita itu tidak berguna, karena kalau kita bilang, "udah, beli aja yang biru daripada yang putih" nah nanti biasanya jawabannya juga dari sang istri bisa lain lagi, disatu sisi meminta pendapat, tapi disisi lain mereka menyanggah juga, " tapi kan yang biru tidak ada pasangannya"...Dalam hati sang suami bergumam, terus untuk apa tadi diminta pendapatnya.

3 (tiga) hal itu adalah hipotesa sementara saya, mungkin kedepannya akan bertambah lagi. Tapi ya dimaklumi saja, mungkin memang sudah begitu karakter belanja kaum emak-emak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...