Langsung ke konten utama

Kopi



















Saya bukanlah seorang penggemar kopi, meminumnya pun masih bisa dihitung dengan jari. Jangan tanyakan atau suruh saya membedakan  jenis kopi Robusta atau Arabika, itu sama sulitnya dengan saya harus menjawab soal-soal Fisika, Matematika atau membaca tabel unsur kimia.

Yang saya tahu adalah kopi sachet yang bergantungan di warung-warung, itu pun terbatas hanya rasa kopi susu atau kopi hitam. Maka itu, saya sering tidak bisa memahami, orang bisa berlama-lama menikmati segelas kopi atau bahkan berfilosofi tentang kehidupan dengan menggunakan kopi sebagai pengibaratan.Tapi tentu itu sah-sah saja, setiap orang tentu punya seleranya masing-masing, tak elok rasanya mempermasalahkan selera, karena tiap orang punya alasannya sendiri.

Tapi saya sama sekali tidak anti kopi, sesekali masih menikmatinya, terutama bila ada tugas-tugas yang mengharuskan diselesaikan hingga malam hari. Mungkin karena jarang minum kopi, setiap satu gelas kopi yang saya reguk, benar-benar bisa membuat saya melek sepanjang malam, plus sedikit jantung agak berdetak lebih cepat dari biasanya.

Dibanding meminumnya, saya lebih suka menghirup aroma wanginya, dulu sewaktu masih kecil, bila melewati jalan Kapten Harun Kabir di pusat kota Sukabumi, ada sebuah toko kopi dan makanan-makanan ringan khas sukabumi, yang akan menyebarkan aroma wangi kopinya yang khas, menyegarkan sekali (sambil menulis ini pun, saya sampai masih bisa membayangkan dan  merasakan wanginya).

Di rumahpun saya sediakan beberapa bungkus kopi, bukan untuk dikonsumsi sendiri, tapi lebih untuk menjamu tamu yang datang atau untuk sanak saudara yang berkunjung. Di tempat kerja pun demikian, di laci meja saya simpan sekitar 2 bungkus sachet kecil kopi pemberian dari rekan kerja sekaligus senior saya, Pak Saepulloh. Saya sengaja menyimpannya untuk jaga-jaga dan saya simpan dengan baik-baik karena kopinya juga unik, Kopi Cap Oplet, sebuah merek yang baru saya temukan kembali setelah sekian lama tak mendengarnya lagi.


Selamat Ngopi untuk anda yang mencintai Kopi………

Komentar

  1. Ada wakti ?
    In syaa Allah ane sowan ke basecamp panjenengan
    Ga perlu repot2 cukup suguhkan telo goreng mawon boleh juga diduetkan dgn secangkir kopi tubruk

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...