Ada yang bertanya, sejak kapan saya menulis? Jawaban saya biasanya sekenanya saja, yaitu sejak saya bisa membaca. Bagi saya, menulis itu merupakan kelanjutan dari membaca, biasanya ilham atau sumber ide yang saya dapatkan memang setelah membaca buku, lalu setelah itu ide biasanya bertebaran di dalam kepala dan biasanya kalau tidak segera disimpan dalam bentuk tulisan, ide-ide itu akan hilang.
Jawaban itu juga yang saya berikan bila ada yang bertanya bagaimana caranya agar bisa menulis, maka membaca dulu adalah kuncinya. Percayalah, antara membaca dan menulis itu erat sangat kaitannya.
Obsesi jadi penulis.
Dari sejak sebelum sekolah dasar, saya memang hobi membaca, biasanya yang dibaca adalah majalah anak-anak si Kuncung (masih adakah si Kuncung sekarang? ah, saya merindukannya), kemudian BOBO dan Ananda, oh iya lupa, ada satu lagi majalah TomTom. Dari beberapa majalah itu, saya seakan dibawa berimajinasi ke alam lain, saya masih ingat sebuah tulisan di Majalah Kuncung, yaitu kisah seorang anak di pesisir Indonesia timur yang berprofesi sebagai penangkap ikan paus, masih terbayang juga bagaimana kisah Paman Husin dan Asta di majalah Bobo dan lain sebagainya, cerita-cerita itu begitu membekas dan memunculkan kekaguman pada diri saya pada penulis cerita tersebut, alangkah hebatnya menjadi seorang penulis, bisa membuat karya dan dibaca oleh banyak orang pastilah sesuatu yang sangat dibanggakan.
Sehingga muncul keinginan untuk menjadi penulis, keinginan bisa membuat karya dan dinikmati semua orang adalah hasrat utamanya. Rasanya pasti bangga, hasil tulisan dan pemikiran kita dibaca oleh orang lain.
Menulis adalah pelarian.
Selanjutnya setelah beranjak dewasa, buku-buku tentang politik, sejarah, sastra-sastra lama Indonesia kian menjadi incaran. Betapa bahasa sastra Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Pulau Buru-nya telah memukau saya, kemudian juga tulisan-tulisan esai dari para sastrawan/budayawan di harian terbitan ibukota membuat minat membaca ini makin tidak terbendung, sealiran dengan hasrat ingin menulis.
Bagi saya pribadi, menulis adalah sebuah pelarian, pelarian dari rasa sepi, pelarian dari rasa ketidakmampuan (yang orang sekarang bilang dengan istilah insecure). Ketika menulis, jari-jari ini seakan bergerak sendiri, refleks mengikuti dengan apa yang yang ada dalam isi kepala kita, saat itulah terasa sebuah kebahagiaan, ada rasa lepas dan merdeka ketika semua berhasil dituangkan dalam sebuah tulisan.
Saya tidak pernah memikirkan apakah tulisan tersebut disukai orang atau tidak, saya tidak bisa menjadi hakim atas penilaian orang lain, tapi tentu akan sangat menggembirakan bila apa yang ditulis bisa menjadi sebuah tambahan pengetahuan dan juga memberikan pencerahan.
Lalu, kapan kita memulai menulis? Hemat saya, menulislah sekarang juga, tapi akan lebih baik bila kita mulai membaca dulu.
Komentar
Posting Komentar