Keukeuba, Wadah Makanan Alternatif
Pengganti Styrofoam.
Oleh : M.Rusli
Agustian, S.IP.
Isu
atau bahasan tentang pelestarian lingkungan hidup, terutama tentang penggunaan
bahan-bahan yang ramah lingkungan kembali mengemuka. Kesadaran masyarakat tentang
bahaya dari penggunaan bungkus makanan yang terbuat dari bahan plastik ataupun styrofoam,
mulai timbul.
Keinginan
untuk mulai mengurangi pemakaian plastik misalnya dengan adanya larangan berupa
Peraturan Daerah (Perda)1 di masing-masing wilayah yang membatasi
pusat perbelanjaan/minimarket memberikan kantung plastik sebagai alat membawa
belanjaan sampai himbauan kepada para konsumen untuk membawa tas belanjaannya
sendiri. Begitupun dengan styrofoam, bahan yang sering digunakan sebagai
wadah atau kemasan makanan tersebut, berdasarkan penelitian, diperlukan waktu
kurang lebih 500 - 1 Juta tahun sehingga sampah styrofoam itu bisa diurai oleh
tanah. Tentu saja hal ini akan mengerikan, tak bisa kita bayangkan beberapa
waktu ke depan, apabila hal ini dibiarkan akan terjadi timbunan plastik dan styrofoam
yang tidak terkendali, karena oleh beberapa pihak Styrofoam dinyatakan
sebagai "sampah abadi"2. Bumi yang kita tinggali selama
ini, bukan tidak mungkin permukaannya tertutupi oleh sampah tersebut.
Sebenarnya,
para pendahulu kita sudah memberikan contoh tentang bagaimana caranya kita
menggunakan secara bijak bahan-bahan yang ramah dengan lingkungan tersebut.
Salah satunya yang penulis ketahui dan alami yaitu di masyarakat Jawa Barat.
Bahan tersebut yaitu bambu.
Bambu
yang keberadaannya memang melimpah di wilayah Jawa Barat ini, telah digunakan
dari dahulu kala dan diolah sedemikian rupa menjadi bentuk yang beraneka ragam,
dengan sifatnya yang fleksibel itulah maka tercipta alat-alat rumah tangga
seperti Hihid3, Aseupan 4, Boboko
5, Nyiru 6, Keukeuba7 dan lain
sebagainya. Peralatan tersebut seakan jadi hal yang tidak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari urang Sunda.
Berkaitan
dengan tema kita awal diatas yaitu tentang alternatif lain dari penggunaan
plastik dan styrofoam, maka urang Sunda biasanya menggunakan Keukeuba
sebagai wadah untuk membungkus makanan, wadah yang dibuat dengan pola anyaman
ini menjadi sebuah perlengkapan yang sering digunakan untuk acara-acara
tertentu misalnya hajatan/kenduri. Dalam
bahasa Sunda ada kata Pamulang yang merupakan balasan dari Nyambungan8.
Pamulang artinya adalah si tuan rumah atau yang mengadakan hajat, memberi
balasan berupa makanan kepada para tamu
undangan yang datang atau memberikan uang (Nyambungan), wadah yang
digunakan untuk makanan balasan dari orang yang memiliki hajatan itulah yang
dinamakan Keukeuba. Selain itu, Keukeuba juga bisa kita temukan
sebagai wadah dari makanan khas Sukabumi yang bernama Mochi, walaupun ukurannya
lebih kecil dari Keukeuba yang digunakan dalam acara hajatan.
Kearifan
lokal yang pernah dilakukan oleh pendahulu kita itu sebetulnya masih bisa kita
lakukan, memang mungkin dari segi kepraktisan Keukeuba ini kalah dari styrofoam
yang bisa diproduksi lebih mudah dan cepat. Akan tetapi, dalam jangka panjang,
memang harus sudah kita pikirkan kembali penggunaan bahan yang ramah lingkungan
tersebut. Apalagi bambu adalah salah satu bahan yang bisa diperbaharui kembali,
sehingga apabila kita konsisten dengan hal tersebut, ketakutan tentang
tenggelamnya bumi kita oleh tumpukan sampah plastik tidak akan terbukti.
Perubahan
prilaku, pola pikir masyarakat memang kadang memerlukan waktu yang lebih lama,
tapi bukan berarti tidak layak kita coba, dari kapan kita mencobanya???lebih
baik sekarang, daripada terlambat dan hanya rasa penyesalan yang akan datang.
* Penulis
adalah Pengampu IPS Terpadu di Madrasah Aliyah Al Ma'tuq Sukabumi.
Catatan kaki :
1. Sebagai contoh
Perwali (Peraturan Walikota) Sukabumi nomor 19 Tahun 2019 Tentang Pengurangan Penggunaan
Kantong Plastik.
2. Dilansir dari
halaman situs Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat.
3. Hihid :
Kipas dari bambu untuk menanak nasi.
4. Aseupan
: Kukusan.
5. Boboko :
Bakul Nasi.
6. Nyiru :
Tampah.
7. Keukeuba
: wadah/besek dari bambu.
8. Nyambungan
: tradisi memberi uang (ngamplop), bahan makanan dsb kepada tuan rumah hajatan.
Kegiatan ini bermakna juga untuk Nyambungkeun (menyambungkan) tali
silaturahmi.
Komentar
Posting Komentar