Langsung ke konten utama

Hasrat Menuju Sumatera

Belakangan ini lagi senang-senangnya membaca artikel tentang perjalanan lintas Sumatera dengan menggunakan sarana transportasi Bis. Sepertinya asyik, menembus belantara Sumatera yang masih asri, jalan berkelok dengan variasi antara jalan mulus dan rusak menjadi tantangan tersendiri.

Belum lama perjalanan yang menyiksa "batin", berada dalam sebuah kotak bernama bis dengan durasi perjalanan 3-5 hari tentunya adalah sebuah pengalaman yang "Wow", butuh keberanian dan mental tahan banting untuk menjalani itu semua.

Akan tetapi, semuanya di akhir perjalanan dari orang-orang yang melakukan perjalanan tersebut, terbayar dengan melihat eloknya alam Sumatera, kemudian juga perkenalan dan persaudaraan dengan orang yang kita kenal didalam bis selama perjalanan, ada pepatah katanya, kalau naik bis sumatera-an itu, "Naik tak kenal, turun jadi Saudara" .iyalah, mana tahan kita berdiam satu sama lain dalam waktu yang lama seperti itu.

Ada tujuan yang ingin dituju sebetulnya, saya ingin tahu Propinsi Aceh, ada sebuah daya tarik tentang Aceh apalagi kalau bukan dilihat dari kegemilangan mereka di masa lalu, dan juga kisah daerah tersebut selama Orde Baru.

Tujuan selanjutnya ke Bukittinggi, ingin rasanya melihat jejak peninggalan Bung Hatta, tokoh sejarah Favorit saya, terakhir sepertinya keindahan Bengkulu yang terkenal sebagai tempat pembuangan si Bung Besar ( Bung Karno) juga cukup menggoda untuk dikunjungi .

Tapi ya itu nanti, masih berbentuk hasrat..perlu sebuah perjuangan juga waktu untuk menuju kesana..semoga saja.Aamiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...