Langsung ke konten utama

Tabloid Bola Edisi Terakhir.



Saya hobi membaca, segala jenis bacaan bisa saya lalap, kebiasaan ini muncul dari semenjak usia pra-sekolah sampai sekarang. Asupan bacaan saya dulu adalah majalah Bobo, Ananda, Tom-tom, Si Kuncung dll.
Beranjak remaja, tepatnya kelas 1 (Satu) SMP, tiba-tiba saya punya hobi baru, nonton sepakbola, penyebabnya adalah tayangan Piala Dunia 94 Amerika di televisi. Sebelumnya saya tidak begitu suka sepakbola, bagi saya waktu itu, sepakbola tak lebih dari sebuah olahraga yang membosankan, monoton dan minim gol, sehingga tak ada minat untuk menyukainya, ditambah jam tayang yang kadang malam atau dinihari.
Awal ketertarikan di Piala Dunia 94 itu, karena saya menyukai timnas Belanda (sampai sekarang), sehingga setiap Belanda main, saya sempatkan bagaimanapun untuk menonton. Nah untuk menambah referensi, mulailah saya membeli Tabloid Bola, kalau tidak salah harganya masih Rp. 750 dan terbit hanya setiap hari Jum’at. Itupun harus penuh drama, perjuangan dan airmata, ya karena walauupun harganya Rp. 750, tapi saya harus menyisihkan uang jajan untuk membelinya.

Singkat cerita, saya menjadi pelanggan tetap taboid itu, banyak ilmu yang saya dapat dan dari Bola-lah cakrawala wawasan saya tentang olahraga bertambah, saya bisa membaca tulisan-tulisan dari Sumohadi Marsis, kemudian Ian Situmorang, Wesley Hutagalung, Arief Natakusumah. Nama-nama tersebut adalah wartawan dan reporter yang menulis dengan gaya khasnya masing-masing, sehingga mampu menjadikan sepakbola sebagai sesuatu yang menarik, bahkan muncul keinginan untuk menjadi wartawan olahraga seperti mereka, keren saja rasanya, bisa jalan-jalan keluar negeri, mewawancarai pemain-pemain ngetop dunia dan tulisannya dibaca banyak orang.
Kebiasaan berlangganan itu berlangsung sampai dewasa, walau tidak terlalu rutin, tapi kalau misalnya beli koran, saya pasti membeli Tabloid Bola. Hingga akhirnya, saya mendengar kabar bahwa Tabloid ini akan berhenti edar. Bukan karena bangkrut, tapi lebih ke selera atau cara membaca orang jaman sekarang yang sudah berubah, kalau dulu membaca itu identik dengan kita memegang kertas secara fisik, tapi sekarang lebih ke bentuk digital atau e-book, selain itu juga bila masih bertahan dalam bentuk kertas, maka biaya produksi percetakan dan lain sebagainya akan membengkak, sehingga beralih ke bentuk digital adalah pilihan terbaik.
Di akhir hayatnya atau edisi terakhir, Bola menerbitkan edisi perpisahannya, dan sayangnya saya tidak sempat membeli itu, ada sedikit penyesalan, karena bagi saya kebersamaan 24 tahun bersama Bola dari tahun 1994-2018 harus ada yang bisa dikenang.
Lalu saya mencoba mencari di Internet, mudah-mudahan ada yang mengunggah versi pdf nya, saya cari tapi tidak ketemu, hingga beberapa hari kemarin saya menemukannya, betapa bahagianya. Edisi itu pun saya simpan baik-baik dalam flashdisk, sebagai pengobat kerinduan akan kebersamaan yang telah terjalin selama 24 tahun.
Itulah sepenggal kisah bersama Tabloid Bola, rasanya tak perlu ada pembuktian lagi untuk sebuah kebersamaan dalam kurun waktu 24 Tahun.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...