Langsung ke konten utama

Jempol deh Untuk TVRI



Beberapa hari lalu saya bercakap-cakap dengan istri tentang kenangan acara-acara TVRI jaman dahulu kala, maklum saja, kami lahir di tahun 80-an sehingga soal acara  TVRI pasti sudah sangat fasih, apalagi Cuma TVRI lah stasiun televisi satu-satunya waktu itu. Maka jangan tanyakan tingkat kefasihan kami pada film Si Unyil yang legendaris itu. He he he.
Salah satu topik yang diperbincangkan adalah, dulu TVRI itu benar-benar sangat mendidik, selain juga menghibur untuk ukuran waktu itu. Ternyata kita memiliki satu kesukaan yang sama, yaitu suka menonton acara yang intinya menggambarkan seorang detektif dimana dia memecahkan kasusnya dengan menggunakan rumus-rumus matematika.
Kemudian saya menimpali, dulu juga di awal tahun 90-an ketika muncul TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) yang hanya siaran dari jam 6.00-12.00 WIB juga ada siaran khusus yang menayangkan tentang kegiatan materi pembelajaran dari tingkat SD-SMA, kalau tidak salah dimulai dari pukul 8.00 pagi sampai jam 9.00.
Lalu saya menambahkan, alangkah baiknya bila TVRI kembali menayangkan siaran-siaran seperti itu, apalagi ketika masa pandemik Corona seperti sekarang, dimana para pelajar diwajibkan melakoni tugasnya secara online dari gurunya, sehingga acara tersebut bisa menjadi pembanding dan penambah materi pembelajaran, selain dari guru pengampunya.

Dan…
Hingga tadi pagi, saya membaca dalam Running Text-nya TVRI, bahwa Kemendikbud bekerjasama dengan TVRI akan mulai menayangkan siaran pembelajaran mulai hari Senin, 13 April 2020, bahkan lingkupnya luas, dari mulai PAUD hingga SMA, saya jujur tercengang, bahwa apa yang kemarin saya bicarakan, hal itu sekarang terwujud.
Ada rasa salut bagi saya bila benar TVRI menayangkan acara tersebut, berikut beberapa faktornya :
1.       TVRI sebagai TV yang dicap sebagai milik pemerintah karena sahamnya dimiliki mayoritas oleh negara, menjalankan fungsinya sebagai alat negara untuk memberikan hiburan dan juga pendidikan.
2.       TVRI dengan kekuatan sinyal, pemancar yang hampir ada di setiap provinsi, tentunya akan mudah dijangkau oleh masyarakat luas, disbanding dengan internet yang penyebaran sinyalnya belum merata dan menjamah seluruh negeri, sehingga kesulitan-kesulitan akibat sinyal internet yang lemah, yang selama ini dikeluhkan masyarakat bisa diatasi.
3.       Tentu biasanya acara-acara yang berisi pelajaran itu biasanya agak menjemukan bila tidak dikemas dengan baik, dan acara yang tidak memiliki rating, biasanya pemasang iklan enggan menghampiri, oleh karena itu TVRI sangat berani menayangkan acara tersebut, dengan resiko pemasukan iklan yang rendah.
4.       Mudah-mudahan ini juga menjadi solusi, terutama bagi masyarakat yang mengeluhkan kebutuhan kuota untuk kegiatan pembelajaran online dari rumah, sehingga tentunya sedikit meringankan masyarakat ditengah himpitan ekonomi seperti saat ini.
Sebelum adanya pengumuman ini pun, saya sudah menjadi penonton setia TVRI, sepertinya sekarang acaranya banyak berubah, acaranya tidak monoton lagi, tayangan-tayangan olahraga, sains, seperti Discovery Channel, menambah warna baru bagi pertelevisian Indonesia, yang sekarang lebih didominasi acara-acara yang jauh dari segi kualitasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honor dari Tulisan

Bila ditanya apa kepuasan dari menulis?, bagi saya adalah ketika tulisan kita dibaca oleh orang lain dan bisa memberikan sebuah konstruksi atau perubahan yang positif bagi yang membaca. Adapun soal honor, mungkin hanyalah bonus. Ya, menulis untuk sebuah kolom dalam surat kabar atau penerbitan memang memberikan hasil yang lumayan, walau mungkin juga tidak terlalu besar dalam hitungan nominal. Banyak para pendahulu bangsa kita dulu memiliki kemampuan yang baik dalam menulis, mereka menumpahkan pemikiran-pemikirannya dalam bentuk tulisan, tak sedikit kadang terjadi "perang" opini dalam surat kabar, sebuah hal yang menguntungkan sebenarnya bagi pembacanya, karena akhirnya secara tidak langsung dicerdaskan melalui tulisan-tulisan tersebut. Pembaca bisa menyelami pemikiran tokoh-tokoh bangsa secara "genuine", dan tentu saja intelektualitas mereka bisa dinilai secara langsung oleh khalayak luas. Banyak kisah yang menyebutkan, seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan Buya Ham...

Ketika Sepakbola Tidak Menarik Lagi

Piala Dunia Sepakbola tahun 1994 di Amerika Serikat adalah waktu pertama yang boleh dibilang saya mulai menyukai menonton olahraga terpopuler sejagat ini, saya terkagum-kagum dengan penampilan timnas Belanda yang berkaos warna oranye kebanggaannya, dari ajang inilah juga saya mulai berlangganan tabloid Bola yang terbit setiap hari Jum'at, waktu itu harganya Rp 750, perlu sedikit perjuangan untuk menghemat uang saku yang tidak seberapa itu disisihkan, hanya untuk membeli tabloid ini. Kesukaan pada sepakbola ini telah mengantarkan saya pada sebuah dunia yang baru dan mengasyikkan. Dari tabloid Bola pula saya sampai hafal nama-nama pesepakbola top dari berbagai liga dunia, begitupun juga nama-nama klub, baik tingkat lokal maupun internasional. Dekade pertengahan 90-an mungkin menjadi masa yang penuh keseruan, terutama untuk penggemar Serie A Italia. Persaingan ketat 7 klub top Italia yang lebih dikenal dengan Magnificent Seven, telah membius perhatian, sehingga kabar tentang klub-kl...

Stasiun Sukabumi

Rasanya seperti baru kemarin, saya bisa leluasa masuk ke Stasiun Sukabumi, melihat keriuhan para penumpang kereta yang hendak berangkat ke Cianjur dan Bogor.  Berbekal karcis seperti kartu gapleh yang nantinya akan dibolongi oleh kondektur, para penumpang yang kebanyakan para pedagang itu berjejalan dalam suasana hiruk-pikuk di dalam gerbong. Ditingkahi dengan suara pedagang asongan dan para pengamen, semuanya bersatu dengan aroma keringat dan aroma lainnya. Semuanya saat itu belum teratur, tapi apa pedulinya, belum ada sepertinya pengaturan tempat duduk, pengamanan maksimal dari petugas keamanan dsb, sehingga saya pun dulu bisa bebas keluar masuk stasiun itu hanya untuk mengagumi sebuah jenis transportasi yang berukuran besar yaitu kereta api. Suasana tahun 90-an itu masih terekam dengan jelas, bagaimana sebuah sistem perkereta-apian saat itu masih berjalan dengan semrawut, jauh dari kata keteraturan. Lalu setelah sekian lama, saya mencoba lagi, berangkat dari titik awal Stasiun S...